Sabtu, 01 November 2014

Mengalir Seperti Sungai-Cerpen karya Dhiba Esperanza

Di sebuah desa hiduplah seorang anak bernama Biloi. Sebelumnya dia tinggal di Yogyakarta, namun karena suatu hal dia harus pindah ke Bangka. Dia pindah ke Bangka ketika ia kelas 5 SD, dan itu sangat berat baginya.

Ia masuk ke sekolah yang cukup terkenal, pada awalnya menjadi murid pindahan adalah hal yang sulit baginya. Ia belum bisa mendapat teman, apalagi dia adalah seorang anak yang pemalu. untuk beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang baru butuh waktu setengah tahun baginya.

Pada semester ke dua dia mulai berteman dengan anak bernama Samsul. Anak nakal yang cukup nyentrik di sekolah. namun sebenarnya dia adalah anak yang baik. Biloi merasa ia adalah teman yang sepaham, merekapun menjadi sahabat.

Mereka berdua lulus dari sekolah dasar itu dengan nilai yang cukup baik, dan masuk ke SMP yang sama. SMP itu cukup terkenal dan dekat dengan SD mereka yang dulu. Merekapun tetap berteman di SMP dan selalu bermain bersama. Di sekolah itu pula mereka berkenalan dengan Sape'i dan Su'ep, dua orang anak humoris.

Perjalanan tidak berhenti begitu saja, Biloi mulai tertarik pada pramuka setelah berada di sekolah itu. ia melihat seorang kakak kelas yang berhasil ke Jepang dan mengharumkan nama sekolah. ia juga ingin menjadi seperti itu dan pergi ke Jepang.

"Loi, kamu tahu tidak kita akan menyusuri pantai!" Ucap Samsul bersemangat.
"Bener ni Sul? Aku pasti ikut dong!!" ujar Biloi. "Mari kita beritahu Sape'i dan Su'ep!" ajaknya.

Setelah memastikan bahwa Sape'i dan Su'ep akan ikut. Biloi sudah tak sabar menanti hari dimana mereka akan menyusuri pantai, terbayang-bayang dibenaknya seberapa serunya nanti. ia sudah tak sabar menunggu hari itu.

Hari itupun datang. Dengan bersemangat para pramuka ini menyusuri pantai, derap kaki mereka terdengar di antara suara ombak yang menghantam bebatuan yang ada di pantai. Nyanyian-nyanyian mereka membakar semangat untuk terus melangkah.

"Disini senang...di sana senang.... dimana-mana hatiku senang... oeo...." begitulah sekiranya nyanyian mereka.

Tapi kisah dari mereka taklah habis disini, mereka kembali hadir dalam Jambore Ranting dan menjadi orang-orang yang terpilih untuk mewakili sekolah mereka. suatu kebanggaan sendiri ketika bisa melakukannya. berlatih dengan giat adalah hal baik yang bisa dilakukan, namun pasti ada juga masalahnya.

Yaitu Angeli, ketua regu mereka yang tidak konsisten dan menyebabkan mereka kesal. Dan dari kekesalan itulah muncul ide kreatif yaitu Apel Cungek. Drama komedi yang menceritakan empat orang anak udik yang tidak tahu teknologi masa kini yang bernama Ipad. Mereknya menjadi Apel Cungek padahal sebenarnya Apple, tapi mereka diceritakan udik jadi gambar apel yang cungek itu jadi begitu.

Perkemahanpun dilaksanakan, mereka mengikuti setiap lomba dengan baik. tinggal menunggu pementasan mereka malam nanti dan itu sangat menegangkan. dan saat-saat sebelum itu...

"Sul, kebelet pipis nih!" bisik Biloi.
"Sesudah pentas saja! Nah, kita dipanggil. Ayo cepat!" ucap Samsul. Biloipun harus menahan hal itu. Ceritapun dimulai.

"Oi, mane Samsul ne oi??" Ucap Sape'i.
"Aok ok? mane ok die ne?" Tanya Biloi.
"Mane enta jawe sikok ne!" Gerutu Su'ep.
"Masak gek kite betige? Cemane kelak ade hantu? Hi....." Ucap Sape'i.
"Hi... atut ku!" Kata Su'ep.
"Badan ka nek tu besak e masak ka takot??" Tanya Biloi.
"Ku dak de takot! ku ngeri..." Ucap Su'ep. Tiba-tiba datanglah Samsul dengan suatu barang yang tidak diketahui mereka.
"Oii...... ku ade ipad baru! merek e apel cungek...." Ucap Samsul memamerkan barang yang bernama ipad itu.
"Ha! Ipad?? Ape Ipad??" Sape'i penasaran.
"Yang acak dipicit-picit tu ok? oh... layar cuit!" Ucap Su'ep.
"Wuih.... keren e!! Mengkilat ulik, acak ne kek ngiris sayur!!" Kata Biloi melihat kaca ipad Samsul yang mengkilap.
"Ndeso ikak ne! ni ne... acak fa-ce-bo-ok, BBM, li-ne...." Kata Samsul dengan pengucapan yang udik sekali.
"Ha? BBM? Bahan bakar minyak tu ken?" Kata Su'ep heran.
"Bukan! yang chatting-chattingan to..." kata Samsul.
"Ohh..." ucap mereka bersamaan. tiba-tiba terdengar suara tembakan dari ipad Samsul dan mereka mengira ada bahaya. Su'ep pun segera melempar ipad Samsul ke kobaran api. Dan mereka semua tiarap kecuali Samsul yang teriak histeris.
"Setelah lama kita berteman ini semua salahmu!" ucap Samsul mendorong Su'ep, namun karena ia bantet Samsul yang jatuh.
"Kenapa aku terus yang disalahkan??" teriak Su'ep alay.
"Samsul...." teriak Sape'i lebih alay lagi.
"Baiklah! jika itu keputusan kalian!" dan Biloi tak kalah alaynya dengan meniru iklan sampo lifeboy. Semua orang tertawa ketika drama selesai dan seluruh perkemahanpun terkena virus Apel Cungek.




 Biloi tak dapat melupakan kenangan itu, walaupun perkemahan sudah selesai. itu adalah saat-saat mengasyikan. apalagi kita di pramuka melakukan semuanya sendiri, ini melatih kita untuk mandiri. Biloi tak dapat melupakan semua rangkaian proses ini yang berawal dari ide iseng dan kekesalan berakhir menjadi karya kreatif yang menghibur.

Proses yang bagaikan alir sungai yang mengalir. berawal dari sebuah mata air kecil, tapi hadiahnya di ujung nanti adalah air terjun yang indah. Begitulah bagaimana kisah ke empat anak remaja itu tumbuh. Terus mengalir, dan melewati berbagai rintangan.

                                                                                                                             Dhiba Esperanza

Tidak ada komentar:

Posting Komentar